Kartini, Emansipasi, dan Harga Diri Perempuan
![]() |
| Ilustrasi Hari Kartini (Pic: Meta AI) |
Emansipasi adalah hak perempuan untuk tumbuh sejajar, bukan bebas mencoreng martabat. Maka, perempuan masa kini harus bijak dalam memaknai kebebasan
Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan Raden Ajeng Kartini, pahlawan emansipasi perempuan.
Kartini dikenal bukan hanya karena keberaniannya memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak, tetapi juga karena pandangannya yang tajam tentang pentingnya menjaga martabat dan kehormatan wanita dalam bingkai budaya timur.
Namun, di era modern ini, makna emansipasi sering kali disalahartikan. Banyak perempuan yang menganggap kebebasan berarti bebas melakukan apa saja, termasuk mengumbar aib masa lalu, memamerkan keburukan diri, bahkan menjadikan pengalaman yang tidak pantas sebagai “kebanggaan” publik.
Fenomena ini tentu sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai yang diperjuangkan Kartini.
Menjaga kehormatan sebagai representasi nilai-nilai luhur Kartini
Kartini memperjuangkan kesetaraan dalam hal pendidikan, hak berpikir, dan kesempatan untuk berkontribusi di masyarakat. Namun, perjuangannya tetap berpijak pada nilai kesopanan, kesantunan, dan kehormatan wanita.
Kartini tidak pernah mendorong perempuan untuk menjual harga dirinya atas nama kebebasan.
Saat ini kita menyaksikan banyak tokoh publik perempuan yang muncul bukan karena prestasi atau intelektualitasnya, tetapi karena viralitas pengakuan aib, termasuk tindakan cabul masa lalu yang dijadikan “pengakuan publik”.
Salah satu contoh yang baru-baru ini mencuat adalah Lisa, seorang perempuan yang menggugat Ridwan Kamil dan justru mengumbar pengalaman hubungan pribadi yang memalukan.
Jika tindakan seperti ini dianggap sebagai bentuk keberanian atau emansipasi, maka kita sedang mengalami kemunduran moral.
Emansipasi bukanlah ajang pamer luka batin dengan menjatuhkan harga diri sendiri. Bukan pula panggung untuk membuka aib yang justru mencoreng martabat perempuan itu sendiri.
Perempuan seharusnya tetap menjaga kehormatan, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga sebagai representasi nilai-nilai luhur yang diwariskan Kartini.
Penyimpangan emansipasi
Jika perempuan justru merasa bangga pernah melakukan tindakan yang tidak bermoral dan mengungkapkannya di ruang publik demi simpati atau pembenaran, maka itu adalah bentuk penyimpangan dari semangat emansipasi sejati.
Kebebasan tanpa tanggung jawab adalah bentuk lain dari kehancuran. Emansipasi sejati adalah tentang bagaimana perempuan bisa meraih haknya tanpa harus mengorbankan harga dirinya.
Menjadi perempuan berpendidikan, berpikiran terbuka, dan memiliki pilihan hidup adalah satu hal; tetapi tetap menjaga kehormatan dan tidak mengumbar aib masa lalu adalah prinsip dasar yang harus dipegang.
Perjuangan Kartini adalah tentang pencerahan, bukan pembangkangan. Tentang martabat, bukan pasar emosi.
Emansipasi adalah hak perempuan untuk tumbuh sejajar, bukan bebas mencoreng martabat. Maka, perempuan masa kini harus bijak dalam memaknai kebebasan.
Menjaga kehormatan adalah bentuk tertinggi dari pembelaan terhadap perempuan. Sebab ketika perempuan sendiri tidak menjaga dirinya, bagaimana ia bisa menuntut penghormatan dari orang lain?
Jangan jadikan Hari Kartini sebagai hari pembenaran untuk tindakan tidak bermoral. Tapi jadikanlah hari ini sebagai pengingat bahwa kita punya warisan nilai luhur—yang seharusnya kita jaga, bukan kita jual.

Komentar
Posting Komentar