Politik Penguasaan Global: Strategi Manipulatif Kitab Machiavellian

Ilustrasi kitab kelam penyebab perang (Pic: Meta AI)


Mereka meminjam prinsip “fear is greater than love”, menakut-nakuti, menghukum kolektif, dan menciptakan narasi bahwa eksistensinya terus terancam, padahal kekuatannya jauh lebih besar dari lawan-lawannya



Dalam sejarah umat manusia, politik bukan hanya soal kebijakan dan kepemimpinan. Ia adalah permainan kuasa. 


Dari Niccolò Machiavelli hingga Robert Greene, telah ada naskah-naskah kelam yang mengajarkan seni mendominasi, memanipulasi, bahkan menghancurkan. 


Lalu bagaimana jika teori-teori tersebut kini diterapkan oleh negara-negara adikuasa untuk melegitimasi invasi, pendudukan, atau bahkan genosida terselubung?



Robert Greene dan Politik Ilusi Kekuasaan


Buku-buku Robert Greene seperti The 48 Laws of PowerThe Art of Seduction, dan The 33 Strategies of War memang telah lama menjadi bacaan para elit politik, pelobi, pemilik kekuasaan, bahkan pemimpin negara. 


Bukan cuma untuk dibaca—tetapi diterapkan secara diam-diam.


Dan lihatlah…


Amerika Serikat dan Israel seperti menjadikan strategi-strategi itu sebagai peta jalan kekuasaan. Beberapa contohnya:


1. “Law 3: Conceal your intentions”Serangan mendadak, kesepakatan gencatan senjata palsu, lalu bombardir kembali. Taktik mengaburkan niat sejati mereka.


2. “Law 15: Crush your enemy totally”Terlihat jelas dalam pendekatan “penghancuran total” terhadap infrastruktur dan sumber daya Palestina. Tak menyisakan ruang bagi lawan untuk bangkit.


3. “Law 32: Play to people’s fantasies”

Janji damai, ilusi dua negara, dan retorika hak asasi manusia—padahal tujuannya tetap dominasi.


4. Law 27: Play on people’s need to believe to create a cultlike following”

Ini yang dilakukan melalui narasi chosen people, mitos keamanan, dan propaganda media.


Strategi-strategi manipulatif ini sangat mirip dengan taktik yang digunakan dalam perang modern—perang psikologis, propaganda, dan adu domba. Maka sangat mungkin, buku-buku seperti milik Robert Greene bukan hanya dibaca, tapi dijadikan blueprint kekuasaan.


Dalam bukunya The 48 Laws of Power, Greene menjelaskan cara untuk mendapatkan, mempertahankan, dan memperluas kekuasaan. 


Hukum-hukumnya seperti:

• “Gunakan kebutuhan orang lain untuk melayani kepentinganmu.”

•  “Hancurkan musuh sepenuhnya.”

•  “Kuasai seni membentuk realitas.”


Hukum-hukum ini menjadi panduan manipulatif yang bisa dilihat dalam berbagai kebijakan luar negeri negara-negara besar. 


Mereka menjual narasi ‘demokrasi’ sambil mengobarkan perang. Mereka mengangkat isu HAM sambil menutup mata terhadap genosida yang menguntungkan mereka secara geopolitik.



Amerika Serikat dan Strategi Divide et Impera


AS dikenal memainkan strategi pecah-belah di Timur Tengah. Dari dukungan terhadap pemberontak, pendanaan kelompok proksi, hingga intervensi bersenjata atas nama “perdamaian”, semuanya adalah cermin dari strategi manipulatif Greene.



Israel dan Dilema Etika Modern


Israel memainkan dua peran: korban Holocaust dan negara berdaulat. Namun, di balik itu, kekuatan senjata dan sistem pendudukan terhadap Palestina menunjukkan wajah kekuasaan yang tak lagi berbalut empati. 


Mereka meminjam prinsip “fear is greater than love”, menakut-nakuti, menghukum kolektif, dan menciptakan narasi bahwa eksistensinya terus terancam, padahal kekuatannya jauh lebih besar dari lawan-lawannya.



Rusia dan Taktik Machiavellian


Rusia di bawah Putin bukan malaikat. Mereka pun memainkan propaganda, informasi palsu, dan narasi pembelaan diri sebagai alasan untuk melancarkan ekspansi. 


Tapi di balik itu, ada peran AS dan NATO yang terus memperluas pengaruh ke wilayah timur, memancing sang beruang bangkit dan menggertak balik.



Dunia ini bukan hanya soal diplomasi, tetapi juga pertarungan narasi dan persepsi. 


Negara-negara besar memainkan buku-buku manipulasi seperti instrumen orkestra. Kekuatan militer menjadi baton, dan publik global menjadi penonton yang digiring emosi.


Yang perlu kita lakukan adalah menjadi sadar. Tidak larut dalam narasi satu sisi, tidak mudah terbakar oleh propaganda, dan tetap berani menyuarakan yang benar, meski bertentangan dengan opini mayoritas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?