CERPEN KOMEDI: Mbah Dukun Tobat di Hari Jumat

 
Mbah Dukun Tobat di Hari Jumat (Pic: Meta AI)


Pagi Jumat, warga geger. Mbah Gembrot keluar rumah dengan sorban putih, tanpa tasbih kayu gaharu, tanpa gelang akar bahar



Di sebuah desa bernama Dukuh Syirik Makmur, hiduplah seorang dukun sakti mandraguna bernama Mbah Gembrot


Namanya bukan karena dia gendut, tapi karena dulu waktu muda pernah mengobati kerbau gembrot milik Pak Lurah sampai bisa lari sprint di sawah. 


Sejak saat itu, nama “Gembrot” melekat, meski tubuhnya kurus kering kayak ranting pepaya habis kemarau.


Mbah Gembrot terkenal seantero desa. Jasa utamanya:

Menyembur kembang tujuh rupa

Membisiki jodoh pakai asap kemenyan

Mengusir tuyul dengan pantun dangdut


Bahkan, konon katanya, Mbah Gembrot bisa bikin orang yang ditaksir jadi suka balik… asal dibayar pakai ayam cemani dan rokok kretek dua bungkus.


Suatu hari, datanglah seorang wanita cantik, berjilbab syar’i, membawa senyum semanis kurma Ramadan. Namanya Mbak Salma, guru ngaji keliling dari kota.


“Assalamu’alaikum, Mbah,” sapa Mbak Salma dengan tenang.


“Waalaikumusalam… eh, siapa ya? Kok bawa-bawa air zam-zam? Mau ngelawan jin kelas berat?”


“Enggak, Mbah. Saya cuma mau ngajak ngobrol…”


Mereka duduk di beranda rumah Mbah Gembrot. Anehnya, tiap Mbak Salma bicara, asap kemenyan tiba-tiba melingkar sendiri jadi bentuk huruf-huruf arab. Mbah Gembrot panik. “Astaga, ini jin alfabet!”


Tapi ternyata bukan. Itu efek parfum sunah yang dipakai Mbak Salma—mahal dan mengandung keikhlasan level dewa.


Obrolan mereka panjang. Mbak Salma tidak menghakimi, tidak mencela. Ia hanya bilang,

“Mbah, hidup ini bukan tentang siapa yang paling sakti. Tapi siapa yang paling tulus berserah.”


Malamnya, Mbah Gembrot gak bisa tidur. Kemenyan terasa pengap, ayam cemani seperti mengutuk dari kandang, dan suara adzan subuh besoknya terdengar seperti suara Tuhan memanggilnya langsung.


Pagi Jumat, warga geger. Mbah Gembrot keluar rumah dengan sorban putih, tanpa tasbih kayu gaharu, tanpa gelang akar bahar, dan yang lebih mengejutkan:

Dia bawa sajadah, bukan kendi kemenyan.


Warga melongo.

“Apa-apaan ini?”

“Ada apa dengan Mbah Gembrot?”


Mbah Gembrot tersenyum: “Aku pensiun jadi dukun, cuy. Mulai hari ini aku mau ikut ngaji di mushola, sholat lima waktu, dan ganti kemenyan dengan dzikir. Jin silakan minggat, aku tak mau berkomplot syirik lagi.”


Mbak Salma tersenyum sambil mengangguk dari kejauhan.


Dan sejak hari itu, nama Mbah Gembrot diganti warga menjadi Pak Gemar Dzikir. Kembang tujuh rupa diganti bunga kenanga buat tabur kubur, dan rokok kretek diganti siwak.


Tamat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?