Dilema Etis Legislasi AI di Uni Emirat Arab
![]() |
| Ilustrasi penerapan AI di Uni Emirat Arab (Pic: AI Images Generator) |
Penggunaan AI dalam pembuatan undang-undang oleh Uni Emirat Arab mencerminkan ambisi besar negara itu untuk menjadi pemimpin global dalam inovasi digital
Uni Emirat Arab (UEA) kembali mencuri perhatian dunia dengan gebrakan inovatifnya.
Negara kaya minyak yang dikenal sangat terbuka terhadap teknologi ini kini sedang mengembangkan sistem Artificial Intelligence (AI) untuk membantu merancang undang-undang.
Langkah ini menandai pergeseran besar dalam pendekatan legislatif global dan memunculkan berbagai respon, mulai dari kekaguman hingga keraguan.
Tapi… apakah benar AI mampu menangkap kompleksitas moral, etika, dan kebutuhan masyarakat yang terus berubah?
Alasan UEA Menerapkan AI dalam Legislasi
• Efisiensi dan kecepatan: Proses legislasi tradisional bisa sangat lambat, sedangkan AI mampu menganalisis ribuan dokumen hukum, preseden, dan masukan publik dalam waktu singkat.
• Data-Driven Decision Making: AI memungkinkan pembuatan kebijakan yang berbasis data dan statistik, meminimalkan subjektivitas dan bias politik.
• Modernisasi Hukum: UEA ingin menjadi pionir dalam modernisasi sistem hukum agar selaras dengan dunia digital dan industri 4.0.
Cara Kerja Sistem AI Legislasi
• AI akan digunakan untuk menganalisis hukum yang sudah ada, mengidentifikasi kesenjangan hukum, dan memberikan rekomendasi isi pasal untuk undang-undang baru.
• Sistem ini bekerja dalam pengawasan manusia, bukan sepenuhnya otomatis. Para pakar hukum tetap berperan sebagai penentu akhir.
Tantangan Etika dan Filosofis
• Kurangnya empati dan moralitas: AI tidak memiliki intuisi moral, pengalaman hidup, atau nilai-nilai kemanusiaan. Ia hanya secerdas data yang dimasukkan.
• Bias algoritma: Jika data pelatihan mengandung bias, maka AI juga akan mencerminkan bias tersebut dalam usulan hukumnya.
• Kekhawatiran transparansi: Bagaimana memastikan AI tidak disalahgunakan oleh elite politik sebagai alat legitimasi?
Reaksi Dunia Internasional
• Kekaguman: Banyak negara melihat UEA sebagai pelopor masa depan legislatif berbasis teknologi.
• Kritik: Beberapa pakar hukum, organisasi HAM, dan akademisi menganggap langkah ini terlalu cepat, minim pengawasan publik, dan berisiko mereduksi hukum sebagai sekadar produk logika dingin tanpa nilai-nilai kemanusiaan.
Penggunaan AI dalam pembuatan undang-undang oleh Uni Emirat Arab mencerminkan ambisi besar negara itu untuk menjadi pemimpin global dalam inovasi digital.
Meskipun menjanjikan efisiensi dan objektivitas, penerapan ini tetap menimbulkan tantangan serius dalam aspek etika, transparansi, dan keadilan sosial.
Oleh karena itu, penting bagi UEA dan negara lain yang ingin mengikuti langkah serupa untuk memastikan adanya pengawasan manusia, keterlibatan publik, dan kepekaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dalam proses legislasi digital ini.

Komentar
Posting Komentar