Desakan Pemakzulan Wapres Gibran: Tinjauan Politik dan Hukum di Indonesia
![]() |
| Ilustrasi suasana pemakzulan (Pic: Meta AI) |
Tantangan demokrasi Indonesia dalam menjaga keharmonisan antara kekuasaan sipil dan pengaruh militer serta menjaga stabilitas nasional
Pada tahun 2025, dinamika politik Indonesia kembali memanas dengan munculnya desakan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Desakan ini dipelopori oleh sejumlah purnawirawan TNI yang mengkritik kebijakan dan sikap politik Wapres Gibran.
Fenomena ini menjadi sorotan penting dalam memahami hubungan sipil-militer, stabilitas politik, dan aturan hukum tata negara Indonesia.
Latar Belakang Sosial-Politik
Gibran, sebagai putra Presiden Joko Widodo, menjabat sebagai Wakil Presiden sejak 2024. Namun, sejumlah kebijakan dan pernyataannya dianggap kontroversial oleh kelompok purnawirawan TNI.
Mereka menilai ada ketidaksesuaian antara peran Wapres dan kepentingan nasional serta menuduh adanya pelanggaran etika dan konstitusi.
Desakan pemakzulan yang dilontarkan oleh purnawirawan TNI bukan sekadar permasalahan personal atau politis biasa. Ini adalah manifestasi dari dinamika sejarah hubungan sipil-militer di Indonesia yang kompleks.
Sejak era Reformasi 1998, peran militer dalam politik sipil memang mengalami pembatasan ketat, tapi pengaruh purnawirawan TNI di ruang publik dan politik tetap kuat.
Kelompok ini sering bertindak sebagai ‘penjaga moral’ dan pengawas kebijakan pemerintah, terutama dalam isu-isu yang menyangkut keamanan nasional dan kedaulatan.
Desakan ini merefleksikan ketegangan antara elemen sipil dan militer di ranah politik.
Purnawirawan TNI, meski sudah tidak aktif, memiliki pengaruh dan jaringan yang kuat sehingga mampu menggalang opini publik dan memobilisasi aksi politik.
Konflik ini juga memperlihatkan persaingan kekuatan politik internal yang kompleks, terutama terkait pengaruh keluarga Presiden.
Aspek Hukum
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemakzulan atau impeachment terhadap pejabat negara dilakukan melalui mekanisme tertentu yang melibatkan DPR dan MA.
Pasal-pasal terkait proses pemakzulan tercantum dalam Pasal 7E ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Presiden/Wapres dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR setelah dilakukan penyelidikan dan pengadilan oleh Mahkamah Konstitusi.
Desakan purnawirawan TNI belum memenuhi prosedur formal tersebut, sehingga secara hukum Wapres Gibran tetap sah menjabat.
Secara hukum, proses pemakzulan diatur ketat oleh konstitusi. Pasal 7E UUD 1945 memberi ruang untuk pemakzulan tapi harus melalui mekanisme formal: DPR harus mengajukan usul setelah investigasi dan penyelidikan, dan Mahkamah Konstitusi melakukan pengadilan etik dan hukum.
Hingga saat ini, belum ada langkah resmi dari DPR atau Mahkamah Konstitusi yang mengindikasikan pemakzulan sedang berlangsung.
Hal ini menunjukkan bahwa desakan purnawirawan lebih bersifat tekanan politik daripada proses hukum yang nyata.
Dampak Terhadap Stabilitas Politik dan Ekonomi
Desakan ini memicu ketidakpastian politik yang bisa berdampak pada iklim investasi dan stabilitas ekonomi nasional.
Investor cenderung menghindari risiko ketidakpastian politik, sehingga gejolak seperti ini berpotensi menurunkan kepercayaan pasar.
Pemerintah harus menjaga komunikasi publik dan memastikan mekanisme demokrasi berjalan agar ketegangan ini tidak melebar menjadi krisis.
Implikasi terhadap Hubungan Sipil-Militer
Purnawirawan TNI sebagai kelompok memiliki pengaruh dan akses ke media serta masyarakat sipil.
Desakan ini menimbulkan tanda tanya soal batas-batas pengaruh militer dalam politik sipil.
Jika tidak dikontrol dengan baik, ini bisa memperburuk polarisasi dan menimbulkan sentimen anti-militer atau sebaliknya, memperkuat sentimen militerisme yang mengkhawatirkan bagi demokrasi.
Dinamika Publik dan Media
Media massa dan media sosial menjadi medan perang opini. Pendukung Wapres menilai desakan ini sebagai upaya politisasi dan intervensi militer dalam politik sipil, sementara pendukung purnawirawan TNI melihatnya sebagai bentuk kontrol moral dan pengawasan atas pemerintahan.
Desakan pemakzulan Wapres Gibran oleh purnawirawan TNI merupakan refleksi dari ketegangan sipil-militer dan persaingan politik internal Indonesia.
Secara hukum, proses pemakzulan harus melalui mekanisme konstitusional yang ketat dan belum terpenuhi.
Desakan pemakzulan menjadi isu yang multifaset, mencakup aspek sosial-politik, hukum, ekonomi, dan komunikasi publik.
Hal tersebut menjadi cermin dari tantangan demokrasi Indonesia dalam menjaga keharmonisan antara kekuasaan sipil dan pengaruh militer serta menjaga stabilitas nasional.
Fenomena ini mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan kekuasaan dan memperkuat demokrasi yang sehat di Indonesia.
Referensi
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Kompas.com. (2025). Desakan Pemakzulan Wapres Gibran oleh Purnawirawan TNI Memanas.
- Tempo.co. (2025). Analisis Konflik Sipil-Militer di Indonesia.
- CNN Indonesia. (2025). Prosedur Pemakzulan Wapres dalam Sistem Politik RI.

Komentar
Posting Komentar