Israel, Serangan Nuklir, dan Ambisi Tanpa Batas – Risiko Radiasi & Teguran PBB

Ilustrasi dampak radiasi nuklir bocor (Pic: Meta AI)

Israel melanjutkan kampanye destruktif—mengandalkan dukungan Barat dan doktrin militer—tanpa mempertimbangkan dampak radiasi jangka panjang


Israel beroperasi di bawah Begin Doctrine, yaitu prinsip tindakan pre-emptive terhadap potensi senjata pemusnah massal—Iran menjadi target utama saat tersangka persiapan nuklirnya mendekati “point of no return”.


Namun, klaim itu rapuh: intel AS dan IAEA menyebut Iran belum mengambil langkah akhir menuju senjata nuklir.


Serangan Israel yang terus berlanjut—seperti menarget fasilitas Arak, Natanz, Isfahan—lebih menunjukkan arogan wilayah kekuasaan, bukan strategi diplomatik.



Risiko Kebocoran Nuklir & Kekhawatiran IAEA


IAEA memperingatkan bahwa meski serangan ke fasilitas nuklir Iran saat ini “minim menghasilkan kontaminasi”, potensi bencana meningkat jika fasilitas Bushehr yang menjadi pembangkit tenaga nuklir ditarget.


Kepala IAEA Mariano Grossi menekankan dampak radiasi dapat “menghancurkan lingkungan dan melewati perbatasan”, menuntut “maksimum restraint”  .


Kekhawatiran itu makin nyata setelah insiden np. Natanz 2021—keluar radiasi kecil dan pembatasan inspeksi muncul pasca-serangan covert.



PBB Desak De‑Escalation


Sekjen PBB Guterres menegaskan bahwa konflik ini bisa “menghidupkan api yang sulit dikendalikan,” menyerukan agar Israel dan Iran memberi “peace a chance”.


IAEA dan negara seperti Rusia, China, Australia menuntut penghentian serangan ke situs nuklir untuk menghindari kontaminasi dan eskalasi nuklir.


Ini menunjukkan seluruh dunia memahami moral hazard yang Israel abaikan dengan mengandalkan dukungan Amerika dan sekutu—seolah bisa bertindak tanpa sanksi nyata.



Politik Sanksi & Kegagalan Hukum Internasional


Israel merasa aman karena dukungan AS & tekanan Trump yang menolak membatasi Israel—menganggap serangannya sebagai “self-defense”, meski melanggar Piagam PBB jika menarget aset nuklir tanpa izin.


Tanpa campur tangan efektif Dewan Keamanan PBB, Israel lolos dari sanksi konkret; implikasi ini mempertegas dominasi politik nuklir dan sistem hukum yang timpang.



Israel melanjutkan kampanye destruktif—mengandalkan dukungan Barat dan doktrin militer—tanpa mempertimbangkan dampak radiasi jangka panjang.


Peringatan PBB & IAEA adalah bukti bahwa kita semua mundur dari ambang perang nuklir, bukan karena Israel menyadari risiko, tapi karena tekanan global yang makin kuat.


Israel saat ini kian pongah dan agresif, menganggap dirinya kebal hukum dan moral. Namun serangan ini bukan tanpa bayaran—bayaran paling utama adalah resiko radiasi, penghancuran tatanan internasional, dan kehancuran kepercayaan global terhadap PBB, yang memerangi bukan hanya fisik, tapi juga batas manusia dalam konflik nuklir.


Negara zionis memanfaatkan kekerasan dan sensor untuk melakukan genosida struktural, meyakini dirinya tak perlu membayar akibat radiasi moral maupun hukum.









Referensi

  • Brunnstrom, D., & Chiacu, D. (2025, June 20). UN’s Guterres urges “give peace a chance” in Israel–Iran conflict. Reuters.
  • Macaskill, A., Maccioni, F., & Magid, P. (2025, June 20). What are the nuclear contamination risks from Israel’s attacks on Iran? Reuters.  
  • Anadolu Agency. (2025, June 16). Military tension increases risk of nuclear radiation leaks, warns IAEA head.  
  • Reuters. (2025, June 20). Iran says no to nuclear talks… while UN atomic watchdog urges maximum restraint. Reuters.  
  • Reuters. (2025, June 20). Israel struck nuclear sites… but IAEA reported only limited contamination risk. Reuters.
  • Reuters. (2025). Israel’s doctrine of preventive strikes – Begin Doctrine. Wikipedia-derived analysis.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?