Paranoia Mesir dan Bayang-Bayang Abraham Accords: Mengapa Mesir Ikut Membungkam Akses ke Gaza?
![]() |
| Ilustrasi pembungkaman akses kemanusiaan (Vid: Meta AI) |
Mengizinkan aktivis pro-Gaza lewat Rafah bisa memancing kemarahan Israel dan menurunkan “nilai stabilitas” Mesir di mata donor internasional
Sikap Mesir yang brutal terhadap aktivis kemanusiaan menuju Gaza bukan berdiri sendiri, melainkan berakar pada dinamika geopolitik yang lebih dalam—termasuk Abraham Accords, kalkulasi ekonomi, dan strategi pertahanan kawasan.
Abraham Accords (2020) adalah kesepakatan normalisasi diplomatik antara Israel dan negara-negara Arab (UAE, Bahrain, Maroko, Sudan)—yang meskipun tidak ditandatangani Mesir, tetap berdampak besar.
Mesir sudah lebih dulu berdamai dengan Israel (1979), tapi Abraham Accords mengubah “monopoli diplomatik” Mesir sebagai jembatan Arab–Israel.
Itu artinya:
• Mesir takut kehilangan pengaruh regional jika terlalu vokal bela Palestina.
• Ia menyeimbangkan “solidaritas” dengan Palestina dan “kepatuhan diam-diam” terhadap blok normalisasi.
Kalkulasi Ekonomi Mesir: Ketergantungan pada Barat & Dana Teluk
Mesir sedang krisis:
• Utang luar negeri melampaui $165 miliar
• Inflasi ekstrem dan pengangguran tinggi
Untuk bertahan, Mesir bergantung pada:
• Dana investasi Teluk (UAE, Saudi) → negara pro-Israel
• IMF & AS → sangat sensitif pada isu “stabilitas kawasan”
Maka…Mengizinkan aktivis pro-Gaza lewat Rafah bisa memancing kemarahan Israel dan menurunkan “nilai stabilitas” Mesir di mata donor internasional.
Kepentingan Strategis Militer Mesir: Gaza sebagai Zona Penyangga
Mesir melihat Gaza sebagai:
• Sumber instabilitas potensial (karena kehadiran Hamas)
• Ancaman terhadap kontrol Sinai
Maka, penutupan Rafah dan represi terhadap aktivis adalah bagian dari:
• Menjaga status quo (agar tidak memancing konflik langsung)
• Menahan gelombang simpati internasional yang bisa berujung pada tekanan pada Israel → yang pada gilirannya berimbas pada Mesir karena posisinya sebagai “tetangga penengah”.
Paranoia Rezim Otoriter: Aktivis = Ancaman Opini Publik
Jangan lupa: Rezim Sisi di Mesir sangat represif terhadap segala bentuk protes atau solidaritas transnasional.
Aksi aktivis ke Gaza dilihat sebagai:
• Potensi perlawanan domestik
• Simbol pengkhianatan diplomatik jika terlihat membiarkan terlalu banyak kritik ke Israel
Maka, penyiksaan, deportasi, dan penyensoran bukanlah “kebijakan spontan”, tapi bentuk paranoid dari rezim otoriter yang tak mau ada kamera internasional di sisi Palestina.
Mesir, walaupun bukan pelaku utama kekerasan terhadap Gaza, berperan dalam memblokir simpati global demi:
1. Stabilitas dalam negeri
2. Hubungan baik dengan AS dan Teluk
3. Kepentingan ekonomi dan militer
4. Ketakutan terhadap perubahan opini publik
Muara akhirnya tetap Israel. Sebab semua tekanan yang membuat Mesir bersikap demikian, berpulang pada dominasi narasi dan kekuasaan Israel di kawasan.
Referensi
- Lustick, I. (2022). Israel and Its Neighbors after the Abraham Accords. Middle East Journal.
- International Crisis Group. (2024). Egypt’s Dilemma in Gaza: Security vs. Solidarity.
- IMF. (2025). Egypt: Economic Overview and Fiscal Outlook.
- Human Rights Watch. (2025). Crackdown on Civil Society in Egypt Intensifies.
- Reuters. (2025, June 17). Activists deported, beaten en route to Gaza via Egypt.

Komentar
Posting Komentar