Gencatan Senjata– Realitas Geopolitik, Risiko Nuklir, dan Asa Perdamaian Palsu

Ilustrasi gencatan senjata semu (Vid: Meta AI)

Tanpa reformasi struktur PBB, keadilan hanya akan menjadi hak istimewa bagi yang kuat, sementara negara seperti Iran, Palestina, dan lainnya hanya bisa berharap lewat jalan berdarah


Gencatan senjata antara Israel dan Iran yang diumumkan pada 24 Juni 2025 disambut sebagai harapan damai baru setelah pekan-pekan eskalasi konflik langsung. 


Namun, deklarasi tersebut tak lebih dari istirahat sesaat dalam medan perang yang kompleks, di mana senjata diplomasi dan propaganda lebih dominan ketimbang kepedulian kemanusiaan atau nalar nuklir.



Latar Belakang


Konflik memanas ketika Israel meluncurkan serangan ke situs nuklir Iran menggunakan bom anti-bunker hasil transfer dari AS. Iran merespons dengan serangan drone besar-besaran ke Haifa, Dimona, dan pangkalan militer Israel.


Pihak Qatar dan Presiden Trump memediasi gencatan ini, namun kerapuhan diplomatik langsung terlihat beberapa jam setelahnya: kedua negara menuduh pihak lain melanggar kesepakatan. Serangan balasan tetap terjadi di wilayah Tehran dan Jalur Gaza.



Implikasi Nuklir: Bukan Ancaman, Tapi Ketakutan Global


A. Risiko Kebocoran Nuklir


Serangan terhadap situs nuklir Iran meningkatkan kekhawatiran paparan radiasi, tidak hanya di Iran, tapi juga negara tetangga: Pakistan, Irak, dan Uni Emirat Arab. 


Laporan satelit memperlihatkan peningkatan suhu dan aktivitas radiologis di Natanz pascaserangan.


B. Polarisasi Kekuatan


Langkah Israel disinyalir sebagai doktrin pre-emptive strike untuk mencegah Iran mencapai kemampuan nuklir. 


Ironisnya, Israel sendiri belum menandatangani NPT (Non-Proliferation Treaty) dan diyakini memiliki 90+ hulu ledak.


C. Daya Gentar Global


• Rusia dan Cina menyebut langkah Israel “tidak bertanggung jawab”.

• AS memberi dukungan setengah hati, tapi tetap menyalurkan rudal Patriot ke wilayah Israel.



Analisis Geopolitik


A. Narasi “Membela Diri” dan Standar Ganda


Israel kembali memposisikan diri sebagai pihak yang membela diri, meskipun bukti satelit dan serangan awal menunjukkan provokasi datang dari pihaknya


Narasi “self-defense” digunakan untuk memelintir persepsi publik internasional.


B. Reaksi Dunia Islam


Banyak negara Muslim—seperti Turki, Pakistan, Indonesia—mengecam Israel. 


Namun, negara seperti Mesir, Yordania, dan UEA lebih memilih diam, diduga karena tekanan perjanjian Abraham Accords dan intervensi ekonomi dari Barat.


C. Harga Energi dan Keamanan Jalur Laut


• Harga minyak melonjak 7,8% di bursa internasional setelah Iran sempat mengancam blokade Selat Hormuz.


• Jalur perdagangan utama ke Eropa terganggu; angkatan laut Prancis dan India ditugaskan memperkuat pengawasan Laut Arab.



Simulasi Skema Masa Depan Konflik Israel–Iran


Dalam dinamika pascagencatan senjata 24 Juni 2025, terdapat tiga skenario besar yang mungkin terjadi:


Pertama, jika gencatan senjata ini mampu bertahan, maka kawasan Timur Tengah akan memasuki fase stabilitas semu


Tapi perdamaian ini bersifat rapuh, sebab di balik layar masih terjadi saling serang dalam bentuk siber, serangan drone terbatas, atau sabotase infrastruktur militer dan energi.


Kedua, jika gencatan gagal dan konflik kembali memanas, dunia menghadapi kemungkinan perang terbuka antara Israel dan Iran. 


Eskalasi ini dapat menyeret kekuatan besar seperti AS, Rusia, bahkan NATO, dengan dampak global berupa krisis energi dan kekacauan ekonomi lintas benua.


Ketiga, skenario ideal berupa negosiasi damai berkelanjutan nyaris tak realistis dalam jangka pendek. 


Butuh tekanan besar dari PBB dan kekuatan non-blok agar kedua negara mau duduk bersama secara setara tanpa narasi “hak membela diri” yang timpang.


Dengan kata lain, dunia sedang menahan napas: bukan dalam harapan akan perdamaian, tapi dalam kecemasan apakah badai yang baru saja reda akan berubah menjadi topan yang lebih dahsyat.



Gencatan senjata 24 Juni 2025 bukanlah kemenangan diplomasi, tapi hasil tekanan internasional terhadap krisis nuklir yang nyaris meledak. 


Keberpihakan global terhadap Israel, serta dominasi narasi pro-Barat, membuat konflik ini mewakili ketimpangan hukum internasional yang kronis.


Tanpa reformasi struktur PBB, keadilan hanya akan menjadi hak istimewa bagi yang kuat, sementara negara seperti Iran, Palestina, dan lainnya hanya bisa berharap lewat jalan berdarah.









Referensi 

  • Reuters. (2025, June 24). Israeli defence minister orders attacks on Iran after ceasefire ‘violation’. https://www.reuters.com
  • Time. (2025, June 24). Ceasefire collapses as Israel orders new strikes after accusing Iran of missile attack. https://time.com
  • IAEA. (2025). Iran Nuclear Facilities: Post-Attack Monitoring Report. Vienna: International Atomic Energy Agency.
  • UN News. (2025, June 23). UN urges restraint amid Israel-Iran escalation. https://news.un.org
  • Al Jazeera. (2025). Iran responds to Israeli aggression: What we know so far. https://www.aljazeera.com
  • TRT World. (2025). From Prison to Exile: The Story of Nael Barghouti. TRT Documentary Series.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?