Eropa Memasuki Era Ketidakpastian: Krisis Identitas, Polarisasi Politik, dan Tantangan Geopolitik Abad ke-21

Ilustrasi negara-negara Eropa (Pic: Meta AI)


Eropa tidak hanya menghadapi tantangan geopolitik dari luar, tapi juga tantangan internal yang mengguncang fondasi proyek integrasi itu sendiri


Uni Eropa, yang dibangun dari semangat pasca-Perang Dunia II untuk menciptakan perdamaian, integrasi ekonomi, dan stabilitas demokratis, kini berada di persimpangan historis. 


Ketegangan politik internal, bangkitnya populisme kanan, krisis Ukraina, dan gesekan dengan AS di bawah Presiden Trump menunjukkan bahwa “Eropa sebagai ide” sedang diuji habis-habisan.



Krisis Identitas dan Disintegrasi Nilai


Eropa kini menghadapi fragmentasi nilai antara dua poros:

Poros liberal-kosmopolitan (misalnya Jerman, Skandinavia, Prancis)

Poros konservatif-nasionalis (misalnya Hongaria, Polandia, Slovakia)


Narasi seperti “Eropa Kristen” atau “Sovereignty First” menantang prinsip universalitas demokrasi liberal. 


Hal ini memunculkan pertanyaan: Eropa untuk siapa dan seperti apa?


“What we’re seeing is not just a crisis of migration or economy—but of European identity itself.”

— Ivan Krastev, European Council on Foreign Relations



Populisme dan Kebangkitan Kanan Radikal


Sejumlah pemilu Eropa dari 2022–2025 menunjukkan pergeseran ke kanan:

Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) makin dominan di timur Jerman

Viktor Orbán di Hongaria aktif menyebar model “demokrasi iliberal”

Marine Le Pen di Prancis mendekat ke pusat kekuasaan, bahkan disebut-sebut akan menantang Macron habis-habisan 


Populisme ini muncul dari kekecewaan pada elit Brussels, ketakutan terhadap imigrasi, dan kegagalan redistribusi ekonomi pasca globalisasi.



Ukraina dan “Kelelahan Strategis”


Dukungan militer dan ekonomi ke Ukraina (via SAFE Fund senilai €150 miliar) menunjukkan komitmen Eropa—tapi juga menyisakan ketegangan:

Negara seperti Jerman dan Spanyol mulai mengalami fatigue politik dan ekonomi

Sementara negara Baltik dan Polandia menuntut dukungan lebih agresif terhadap Ukraina


Ketidaksepakatan soal endgame Ukraina berisiko meretakkan kesatuan politik luar negeri Uni Eropa.



Gesekan Transatlantik: Trump, NATO, dan Otonomi Strategis


Trump 2.0 mengubah permainan:

Menuntut negara NATO menaikkan anggaran pertahanan jadi 5% dari PDB

Menarik dukungan multilateral secara bertahap, mendorong Eropa menjadi “mandiri secara militer”


Namun Eropa terpecah:

Prancis menyerukan autonomie stratégique

Jerman dan Timur Eropa tetap bergantung pada payung keamanan AS



Teknologi dan Masa Depan Demokrasi


Eropa menghadapi dilema:


Perlu regulasi kuat terhadap AI, big data, dan surveillance—demi privasi dan hak warga

Tapi tertahan dalam daya saing global, terutama dengan Cina dan AS yang lebih agresif


Ketegangan ini melahirkan retorika bahwa Eropa akan tertinggal “unless it reinvents its model of state-led innovation.”



Menuju Abad Ketidakpastian


Eropa tidak hanya menghadapi tantangan geopolitik dari luar, tapi juga tantangan internal yang mengguncang fondasi proyek integrasi itu sendiri.


“Europe will be forged in crisis—and will be the sum of the solutions adopted for those crises.”

— Jean Monnet











Referensi

  • Krastev, I. (2025). After Europe: Revisiting the Crisis of Liberalism. ECFR Working Papers.
  • European Commission. (2025). Strategic Compass Progress Report: Defence, Democracy & Dissonance.
  • The Financial Times. (2025, June 28). The Fight for Europe’s Future.
  • The Guardian. (2025). Trump, NATO, and the Transatlantic Divide. Ada Freedom House. (2025). Nations in Transit: Erosion of Democratic Norms in Central Europe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?