Akibat Sering Diintimidasi Saat Sekolah, Penembak Colorado Gangguan Jiwa

Pelaku penembakan Colorado (pic: the sun.co.uk)


Pelaku memiliki gangguan jiwa akibat sering diintimidasi oleh teman-temannya saat sekolah menengah, kepribadiannya berubah menjadi paranoid dan sangat anti-sosial



Ternyata pelaku penembakan massal di sebuah supermarket di Colorado, Amerika Serikat, dahulunya adalah anak yang ramah, tetapi karena sering diintimidasi oleh teman-temannya saat sekolah menengah, kepribadiannya berubah menjadi paranoid dan sangat anti-sosial, mungkin karena itulah dia memilih menjadi seorang pegulat saat sekolah menengah.


Laporan FBI menyebutkan pelaku bernama Ahmad Alissa, pernah menyampaikan amarahnya secara online tentang isu rasial dan menuduh islamophobia meretas teleponnya.



Pengidap gangguan jiwa


Setelah menyerahkan diri kepada polisi usai melakukan kejahatan yang merenggut 10 nyawa pada Senin (22/3/2021, pria berusia 21 tahun yang tinggal di Arvada, Colorado, sekitar 30 mil dari toko grosir yang menjadi targetnya, tampak sangat menyayangi ibunya, hingga bertanya ke polisi agar dapat berbicara dengan wanita yang melahirkannya.


Saat akan dibekuk, pria kelahiran Suriah ini menanggalkan pakaiannya dan meletakkan senapan, pistol, dan rompi taktis Ruger AR-556 miliknya di lorong supermarket.


Keluarga Alissa menggambarkan bahwa pria yang lahir di Suriah dan pindah ke AS saat berusia tiga tahun itu memiliki gangguan jiwa.



Bukan motif politik


Setelah keluar dari rumah sakit, Alissa sekarang berada di Penjara Boulder County meskipun polisi belum memastikan motifnya, namun dia telah didakwa dengan sepuluh tuduhan pembunuhan.


Keluarganya bersikeras penembakan itu tidak bermotif politik, tetapi akibat penyakit mental yang dideritanya karena sering diintimidasi saat di sekolah menengah.


Mungkin karena itulah, orang lain yang mengenalnya takut berada disekitarnya karena Alissa kejam, apalagi dia pernah mengancam akan membunuh rekan satu tim.


Alissa pernah ditangkap setidaknya satu kali sebelumnya, termasuk pada 2017, saat meninju seseorang yang mengolok-olok rasnya karena kalah dalam seleksi gulat universitas.


Dia sempat mengeluh dalam sebuah unggahan di Facebook Juli 2019: “Ya jika orang-orang Islamofobia rasialis ini berhenti meretas ponsel saya dan membiarkan saya, mungkin saya bisa memiliki kehidupan normal.”



Sumber: The New York Times, The Daily Beast, The Denver Post, Daily Mail, kompas.com

Comments

Popular posts from this blog

Borneo Writers Club, Ajang Berkumpul Penulis Cilik Berbakat Kalimantan

Cinta di Balik Kegelapan (1)

Yang Tersisa dari Upacara Peringatan Kemerdekaan ke-79 RI: Pembawa Baki Bendera yang Terganti