Ini Kisahku (1) Keluarga Toleran Kucing

Illustrasi kucing mencuri makanan untuk majikannya (pic: mydailynews.com)

Aku dibesarkan dalam keluarga yang tidak semuanya menyukai kucing, hanya Ibu, Kakak pertama, dan aku yang menyukai kucing, sedangkan Ayahku, Kakak kedua, ketiga, dan keempat kurang menyukai kucing, tetapi kami saling menghormati kesukaan masing-masing, dan bertoleransi menjaga serta melindunginya.


Sebagai bungsu dari lima bersaudara dengan kakak yang kesemuanya laki-laki, aku tumbuh menjadi gadis manja tapi pemberani.

Keberanianku kulakukan untuk membela dan melindungi kucing di lingkungan sekitar rumahku mendapat dukungan dari kakak-kakakku, hingga orang-orang menjuluki kami Five Lover Cat.


Kesukaanku pada kucing bukan hanya menurun dari Ibuku, namun juga Kakekku, beliau terkenal sebagai penggemar fanatik kucing, sehingga tak heran saat aku masih kecil, jika singgah di kantor perusahaan milik Kakek, kucing piaraan beliau berseliweran di dalam kantor tanpa takut-takut, bahkan saat mereka mencakar dan merusak sofa kantor, Kakek tak pernah marah sedikitpun, aku sangat mengagumi beliau, hingga ikut tergila-gila dan menyayangi kucing.


Kini, setelah dewasa, aku memiliki kehidupan sendiri yang tentu saja tidak pernah jauh dari yang namanya kucing. Entah, akupun tak mengerti, dimanapun aku berada, selalu saja ada kucing di sekitarku, yang setelah mengenalnya, selalu lengket tak mau berpisah. 

Pernah saat aku pindah keluar daerah, tiba-tiba sudah ada kucing di depan rumah baruku, yang entah darimana datangnya. Itulah kenapa teman-teman akrabku sering menjulukiku sebagai Bidadari kucing, Cat Woman, dan sebagainya, tapi aku tak marah sebab julukan itu kupikir sangat lucu.


Cerita awal aku menyukai kucing, adalah saat aku kecil, ditinggal mendadak oleh Ayah keluar negeri, sementara Ibu ada meeting beberapa hari di luar kota yang tidak bisa ditinggalkan.

Tinggallah aku di rumah hanya bersama pembantu, sebab kakak-kakakku ada yang kuliah di luar negeri, dan ada juga yang sekolah di luar kota.


Pembantu yang pada awalnya bersikap ramah saat di depan kedua orangtuaku, tiba-tiba berubah menjadi majikan pemilik rumah yang kejam, aku dikurung di dalam kamar, tak boleh keluar sedetikpun, hanya diberi makanan sekali sehari, itupun nasi saja, bagaimana aku bisa makan? Yang terpikir sebagai bocah kecil saat itu hanyalah diam, menangis, tak berdaya, andai berteriakpun tak ada yang mendengar, sebab bangunan rumah sangat besar, halaman luas, dan pagar besi tinggi yang tidak bisa dimasuki sembarang orang, sedangkan satpam di luarpun tak tahu apa yang terjadi di dalam rumah sebab dia khusus standby di pos dekat gerbang rumah.


Saat kelaparan itulah, kucingku si Pussy yang bebas keluar masuk kamar tampaknya memahami keadaanku, sorot matanya yang lembut tapi tajam menyadari keroncongannya perutku, kucing betina cerdas itu beraksi ke dapur, dan kembali datang ke kamarku dengan sepotong daging rendang di mulutnya.

Dalam sehari si Pussy hampir tak pernah absen membawakanku makanan, entah roti, cake, baso, dan banyak lagi.


Syukurlah setelah dua hari dalam penyanderaan pembantu jahat, orang tuaku cepat datang, yang kemudian memberhentikan pembantuku, dia tak dapat berkelit dari kejahatannya sebab dia tidak menyadari ada CCTV tersembunyi yang memantau dan merekam kegiatannya.


Sejak saat itulah kecintaanku pada kucing kian menebal, sebab kupikir ia bukan hanya makhluk kecil yang bersahabat, tapi juga pahlawan dalam hidupku.(Bersambung)

Comments