Ini Kisahku (2) Criwol dan Rumah Hadiah Kakek

Illustrasi kucing sedih (pic: pinterest.com)

Pagi itu sangat cerah, saat aku mengawali tinggal di rumah hadiah ulang tahun dari Kakekku, bukan tipe rumah mewah, tapi memiliki rumah sendiri di usia menjelang dewasa sangat menyenangkan bagiku.


Berusaha mandiri jauh dari orang tuaku, mungkin itulah tujuan Kakek membelikanku rumah di luar kota, tapi aku tak bisa menolak karena pemndangan kotanya yang menarik, dan tak terlalu jauh dari perusahaan Kakek tempatku bekerja.


Tinggal di rumah baru bagiku sangat menyenangkan, aku makin betah. Karena baru belajar mandiri, aku tak membawa kucing seekorpun, belajar berusaha mengatasi kehidupanku sendiri, meski tidak bisa dipungkiri masih ada pembantu baru yang menemaniku.


Tepat tiga hari tinggal di rumah baru, aku menolong kucing betina yang bersembunyi di rumahku karena dianiaya dan dilecehkan seekor kucing jantan jalanan. Setelah selesai dengan kelakuan jahatnya, si kucing jantan entah pergi kemana, tinggal aku merawat kucing betina yang ketakutan di halaman rumahku.


Usut punya usut, ternyata kucing betina itu milik tetangga sebelah rumahku, tampaknya dia bukan tipe majikan yang baik, karena tak pernah mempedulikan kucingnya sedikitpun, hingga aku mengalah merawatnya.


Hari berganti hari, bulan berganti tahun, kucing betina yang kunamakan si Criwol beranak pinak banyak, happy, bahagia banget melihatnya berlari-lari gembira dengan anak-anaknya.


Tiba waktuku untuk kembali masuk kerja di perusahaan Kakek setelah cuti kemandirian yang kunikmati, berangkat kerja dengan berat hati karena tak bisa merawat intens si Criwol, meskipun ada pembantu yang menanganinya.


Sayang sekali pembantuku agak teledor, jika dahulu saat aku belum bekerja biasanya si Criwol hanya bermain di dalam rumah, karena pembantu teledor mulailah gentayangan kemana-mana, bahkan ke rumah dan halaman para tetanggaku yang antipati dengan kucing.


Sejak saat itu mulailah kisah pahit dimulai, si Putih anak Criwol tiba-tiba sudah di depan pintu rumah menjadi bangkai, rupanya ada yang membunuh dan melemparnya pada malam hari.


Satu persatu anak Criwol yang sudah agak besar secara bersamaan sakit, pilek dengan ingus yang berdarah, kemudian esoknya mati mendadak, sedangkan si Criwol yang berhari-hari kejang-kejang tanpa sebab, tiba-tiba menyusul kehilangan nyawanya juga. Demikian juga anak-anaknya yang masih baru lahir dan menyusu terpaksa kehilangan nyawa, mungkin akibat susu yang mereka isap sebelumnya terkontaminasi racun yang membuat Induknya meregang nyawa.


Hancur, sedih, pedih perih menjadi satu tak karuan, air mata tumpah ruah saat itu juga, berhari-hari aku menangis tanpa henti, entah kenapa luka itu terasa teramat dalam, padahal kata orang hanya kehilangan kucing saja, tetapi bagiku mereka adalah bagian dari hidupku juga.(Bersambung)


Comments

Popular posts from this blog

Borneo Writers Club, Ajang Berkumpul Penulis Cilik Berbakat Kalimantan

Cinta di Balik Kegelapan (1)

Yang Tersisa dari Upacara Peringatan Kemerdekaan ke-79 RI: Pembawa Baki Bendera yang Terganti