Risiko Pungutan Ganda RUU HKPD

RUU HKPD (pic: news.ddtc.co.id)

Pemerintah harus memberikan penegasan substansi RUU HKPD agar tidak berisiko kontraproduktif dengan UU Cipta Kerja serta membebani wajib pajak dan pelaku usaha



Sudah tahu tentang  Rancangan UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD)? RUU ini mengatur penerapan opsen atau pungutan tambahan untuk sejumlah jenis pajak.


RUU HKPD yang digadang-gadang selesai pada tahun ini akan menggantikan UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta UU No. 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memaparkan realisasi APBN per Februari 2021, mengatakan RUU HKPD menjadi salah satu regulasi usulan pemerintah yang menjadi prioritas pembahasan di parlemen.




Wajib pajak dikenai pungutan berganda


Jika jadi diterapkan, maka beban pajak orang pribadi dikhawatirkan akan meningkat, karena selain membayar pajak pada pemerintah pusat, tapi juga membayar pada pemerintah daerah, sebab opsen yang diterapkan tidak mengubah skema dan tarif yang berlaku sebelumnya, itu berarti wajib pajak yang mencapai 19 juta orang akan dikenai pungutan berganda.


Selama ini, pemerintah daerah memungut sejumlah pajak dalam pendapatan asli daerah (PAD), yang antara lain: 


Pajak provinsi terdiri atas: PKB (Pajak Kendaraan Bermotor, BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bemotor), PAB (Pajak Alat Berat), PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor), PAP (Pajak Air Permukaan), Pajak Rokok, dan Opsen PPh dan Opsen MBLB.


Pajak kabupaten/kota terdiri atas: PTB (Pajak Tanah dan Bangunan), BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), PBJT (Pajak Barang dan Jasa Tertentu), Pajak Reklame, PAT (Pajak Air Tanah), Pajak MBLB; dan Opsen PPh, Opsen PKB, dan Opsen BBNKB..


Penetapan tarif opsen pajak cukup beragam, misalnya, tarif PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 oleh provinsi untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebesar 10%. Untuk opsen pajak kabupaten/kota 15%, dan khusus daerah setingkat provinsi 25%, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom.



Apa itu Opsen?


Opsen adalah pungutan tambahan atas pajak dengan persentase tertentu yang dikenakan kepada wajib pajak.


Opsen PPh adalah pungutan tambahan yang dikenakan oleh provinsi dan kabupaten/kota atas pokok PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 25/29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri (WPOPDN) yang dipungut oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Opsen PKB adalah pungutan tambahan yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok pajak kendaraan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (Opsen Pajak MBLB) adalah pungutan tambahan yang dikenakan oleh provinsi atas pokok pajak MBLB sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Substansi utama dalam RUU HKPD adalah mengenai opsen atau pungutan tambahan oleh pemerintah daerah atas pajak dengan persentase

tertentu.



Kontraproduktif dengan Omnibus law


RUU HKPD kontraproduktif dengan UU No. 11/2020 atau Omnibus Law Cipta Kerja yang menyatakan kebijakan, perizinan, hingga perpajakan bersifat tersentralisasi di pemerintah pusat.


Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani, mengatakan esensi UU Cipta Kerja adalah menyederhanakan peraturan, tetapi di RUU HKPD, justru ada sejumlah kebijakan, salah satunya opsen pajak, yang berisiko kontraproduktif dengan Omnibus Law Cipta Kerja.


Akibatnya akan membuka celah pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk menerbitkan regulasi baru yang berpotensi tidak linier dengan arahan pemerintah pusat melalui UU Cipta Kerja, yang tidak mustahil akan memicu penolakan dari wajib pajak orang pribadi, termasuk pelaku usaha karena besarnya beban yang harus ditanggung.


Sedangkan peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet berpendapat bahwa RUU HKPD memang memiliki kaitan erat dengan UU Cipta Kerja, karena itu pemerintah harus memberikan penegasan terkait dengan seluruh substansi yang ada di dalam RUU HKPD sekadar pungutan tambahan atau pemindahan objek penerimaan, agar tidak berisiko kontraproduktif dengan UU Cipta Kerja.





Sumber: bisnis.com



Comments