CERPEN KOMEDI: Tobatnya Preman Lorek

Tobatnya Preman Lorek (Pic: Meta AI)


Kini, BotBot tak lagi dikenal sebagai “si buas dari pembuangan.” Ia dikenal sebagai BotBot Si Santri Lorek



Dulu, di sebuah rumah kecil yang penuh cinta dan tawa, hidup seekor kucing berbulu lorek abu-abu putih dengan tatapan tajam seperti komandan perang. 


Namanya BotBot — seekor kucing buangan yang dulu ditemukan di tempat pembuangan sampah oleh seorang perempuan cantik nan lembut bernama Rita, dan pria berkemeja rapi yang senyumnya bisa melelehkan es kutub bernama Fallan.


BotBot bukan kucing biasa.

Dia preman.

Bukan hanya suka mengeong sembarangan—dia menyerang siapa saja yang mendekat. Entah itu pembantu rumah, abang tukang galon, bahkan pak RT pun pernah kena cakar suci-nya.


Tapi Rita bersikukuh: “Dia bukan liar, dia cuma tersesat. Dan kalau Fallan bisa luluh padaku, maka BotBot pun bisa luluh pada kasih sayang.”


Dan benar saja, keajaiban pun dimulai…



BAB I: Cakar dan Air Mata




Malam pertama BotBot tinggal di rumah, seisi rumah geger. Fallan sampai harus pakai sarung tangan oven buat ngasih makan. 


Rita dipatuk saat mau ngelus kepala BotBot, dan botol minum dari Tupperware malah dijatuhin sampai pecah karena suara adzan terlalu kencang dari musholla sebelah.


“Tapi dia pintar, Sayang,” kata Rita sambil merawat luka cakarnya. “Dia tahu jam makan. Dia juga hafal suara motor abang tukang ayam.”


Fallan cuma tertawa, “Preman pun butuh jadwal, kan?”



BAB II: Operasi Tobat




Hari itu menjadi hari bersejarah. Setelah banyak perdebatan, konsultasi ke dokter hewan, dan ancaman Rita mau tidur di luar rumah kalau Fallan gak setuju, akhirnya… BotBot dikebiri.


BotBot keluar dari klinik dengan pandangan kosong.

Hari-hari berikutnya berubah total. Tidak ada lagi cakar melayang, tidak ada lagi suara “HRRRR!!” saat pagi. 


BotBot mulai jinak. Bahkan suatu sore, ia duduk tenang di pangkuan Rita sambil menonton sinetron azab.


Fallan yang menyaksikan pemandangan itu mengelus dagunya, “Apakah ini awal mula hijrah seekor preman?”



BAB III: Sang Santri Lorek




Satu hal yang tak disangka oleh siapa pun: BotBot mulai rajin sholat.

Tiap azan berkumandang, dia duduk di sejadah butik limited edition yang dibelikan Rita, ukuran mini spesial buat kucing paling stylish dan soleh se-Nusantara!


Bahannya beludru Turki, motifnya kaligrafi “Meow Allahu Akbar,” dan ada hiasan tassel emas di tiap sudutnya. Kalau kena lampu senja, kilapnya bikin iri sajadah imam masjid.


BotBot pun kalau mau sholat nggak asal duduk, dia wudhu dulu pakai semprotan mist rose water—karena katanya:

“Aku udah gak bisa wudhu pake air got kayak dulu, sekarang aku kucing hijrah elegan.”


Kalau Fallan lambat berwudhu, BotBot mendahului dan duduk tepat di atas sajadahnya, seolah berkata, “Cepat, kita ke masjid, Bro!”


Malam-malam ia mendengkur di samping kitab suci, dan jika Rita membaca Al-Qur’an, BotBot diam, tenang, seperti murid pondok pesantren yang takjub pada hikmah. 


Ia bahkan mengaji sendiri — tentu saja dengan gaya mengeong-mengeong lirih, yang membuat tetangga mengira rumah itu menyimpan wali berkaki empat.



BAB IV: Salim dan Pamit




Yang paling mengejutkan dari semua perubahan ini adalah kebiasaan barunya: pamitan dan salim.


Setiap kali hendak keluar rumah, BotBot mendatangi Rita dan Fallan. Ia menyentuh kaki mereka dengan kepalanya, lalu mengibaskan ekornya sambil mengeong pelan. Kalau lupa pamit, ia balik lagi, mengeong, lalu baru pergi.


Suatu hari, Rita terharu dan berkata, “Kalau manusia sebaik kamu, mungkin dunia ini gak sebrutal berita pagi, ya BotBot…”


Fallan mengusap kepala BotBot sambil bercanda, “Besok-besok, Bot, kamu khutbah Jumat aja sekalian.”



BAB V: Akhir Sebuah Premanisme




Kini, BotBot tak lagi dikenal sebagai “si buas dari pembuangan.” Ia dikenal sebagai BotBot Si Santri Lorek.


Anak-anak komplek sering memanggilnya buat ikut tadarusan. Ibu-ibu pengajian menyebut namanya saat berbagi kisah hijrah.


Fallan, di suatu senja, menatap BotBot yang tidur damai di bawah rak buku agama. “Dia bukan cuma tobat, Sayang… Dia revolusi.”


Rita tersenyum, memeluk Fallan. “Kalau cinta bisa mengubah preman jadi santri, maka dunia ini pasti bisa berubah kalau semua orang punya cinta seperti kita.”


Dan saat itu juga, BotBot mengeong pelan—mungkin berkata, “Aamiin…”



TAMAT

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?