Kashmir Berdarah: India Meniru Israel dan Dunia Bertepuk Tangan

Ilustrasi serangan drone dan pesawat tempur India ke Pakistan (Pic: Meta AI)


Tindakan India yang menyerang Pakistan sebelum adanya penyelidikan atas pembantaian di Kashmir mencerminkan pola berulang dari kekuatan besar yang merasa dirinya tak tersentuh hukum



Konflik berkepanjangan antara India dan Pakistan terkait wilayah sengketa Kashmir kembali memanas setelah laporan pembantaian massal terhadap penduduk sipil di wilayah tersebut. 


Alih-alih menunggu penyelidikan internasional seperti yang diusulkan Pakistan, India justru melancarkan aksi militer terhadap wilayah Pakistan. 


Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa India menolak menunggu hasil penyelidikan? Adakah motif yang lebih gelap, seperti keterlibatan mereka sendiri dalam tragedi tersebut? Dan yang paling mengganggu, apakah India kini meniru jejak Israel yang menyerang Gaza tanpa menunggu klarifikasi pasca serangan 7 Oktober 2023?


Dalam tulisan ini, saya akan membedah secara mendalam kemungkinan motif politik, militer, dan internasional yang melandasi sikap agresif India. 


Apakah ini soal pembelaan diri, atau justru bentuk manipulasi geopolitik yang bersembunyi di balik narasi patriotisme?



Konteks: Kashmir dan Luka Lama


Kashmir bukan sekadar sengketa teritorial. Ia adalah simbol pertarungan identitas, agama, dan nasionalisme antara India dan Pakistan sejak 1947. 


India mencabut status otonomi Jammu dan Kashmir pada 2019, yang memperkeruh suasana. 


Sejak itu, kontrol militer India di wilayah mayoritas Muslim ini semakin ketat, dan laporan pelanggaran HAM meningkat.


Tragedi pembantaian sipil yang terbaru seharusnya menjadi titik refleksi, bukan alasan untuk agresi. Tapi India memilih sebaliknya: mengirim drone, mengerahkan pasukan, dan menyulut ketegangan baru. Kenapa?



Alasan Penolakan Penyelidikan: Pelaku Takut Terbongkar?


Penolakan terhadap penyelidikan independen sering kali menjadi sinyal bahwa ada sesuatu yang ingin disembunyikan. 


Seperti Israel yang menolak keterlibatan internasional menyelidiki kejahatan perangnya di Gaza, India pun menghindari potensi pembongkaran peran aparatnya dalam tragedi Kashmir. 


Apakah pembantaian ini bentuk operasi bendera palsu (false flag operation) untuk mendapatkan alasan moral menyerang Pakistan?


Logika politik klasik menyebut: siapa yang langsung menyerang tanpa investigasi, biasanya ingin mendahului fakta. 


Tindakan ini bisa saja upaya membungkam kebenaran sebelum sempat disuarakan.



Pola Israel di Gaza: Pembelaan Diri atau Penghancuran Strategis?


Israel sering memakai narasi “hak membela diri” untuk membenarkan agresi besar terhadap Gaza, meski korban sipil berjatuhan. 


Dunia terbelah: sebagian menuduh Israel melakukan genosida, sebagian mendukung atas nama melawan terorisme.


India seolah meniru strategi ini. Dengan menuding Pakistan sebagai pelaku pembantaian tanpa penyelidikan, India membuka jalan bagi tindakan militer agresif. 


Sikap ini mencerminkan keyakinan bahwa kekuatan militer bisa mengubah opini dunia—asal didukung oleh sekutu kuat, seperti AS dan Israel.



Kepedean dan Dukungan Internasional


India kini menjadi mitra strategis Amerika dalam melawan pengaruh China di Asia Selatan. 


Dengan dukungan geopolitik ini, India merasa punya ruang bebas untuk bertindak lebih ofensif tanpa takut sanksi. 


Ini mirip dengan posisi Israel yang dilindungi sekutu-sekutunya meski melakukan pelanggaran HAM.


Keyakinan semacam ini melahirkan kepedean yang berbahaya—yakni merasa kebal dari hukum internasional, seakan mereka bisa membuat aturan sendiri di wilayah penuh konflik.



Tindakan India yang menyerang Pakistan sebelum adanya penyelidikan atas pembantaian di Kashmir mencerminkan pola berulang dari kekuatan besar yang merasa dirinya tak tersentuh hukum. 


Kepedean India tidak lahir dalam ruang hampa—ia tumbuh dari dukungan internasional, posisi strategis dalam geopolitik global, dan keyakinan bahwa narasi “melawan terorisme” akan selalu bisa membungkam suara korban sipil.


Seperti Israel di Gaza, India menggunakan narasi pembelaan diri untuk melancarkan aksi militer yang justru bisa memperburuk krisis kemanusiaan. 


Penolakan terhadap penyelidikan hanya menambah kecurigaan bahwa mungkin, India sendiri punya peran dalam tragedi tersebut.


Maka, pertanyaannya bukan lagi “apakah India hanya membela diri?” tetapi: “Apakah dunia akan terus membiarkan dalih keamanan membungkam kebenaran dan menghancurkan kemanusiaan?”







Referensi 

1. Human Rights Watch. (2024). India: Abuses in Jammu and Kashmir Continue Unabated.

2. United Nations Human Rights Council. (2023). Report on the situation of human rights in Kashmir.

3. Al Jazeera English. (2025). India launches military strikes following Kashmir massacre; Pakistan demands international probe.

4. BBC News. (2023). Israel-Gaza war: UN accuses Israel of war crimes in latest Gaza offensive.

5. Chomsky, N. (2016). Who Rules the World? New York: Metropolitan Books.

6. Fair, C. C. (2019). Fighting to the End: The Pakistan Army’s Way of War. Oxford University Press.

7. The Diplomat. (2024). India’s Military Posturing and Strategic Calculations in South Asia.

8. Amnesty International. (2025). Global Annual Report: Rights Violations in Conflict Zones.

9. Brookings Institution. (2023). The geopolitics of South Asia: India’s role and international support.

10. Geneva Conventions and Protocols (1949 & Additional Protocols).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?