Peta Penyebaran dan Strategi Eksploitasi Proyek Worldcoin di Negara Berkembang
![]() |
Ilustrasi proyek Worldcoin (Pic: Meta AI) |
Benarkah sistem ini adil? Dan negara mana saja yang menjadi sasaran utama proyek ini?
Dalam dekade terakhir, teknologi kripto dan identitas digital mulai diposisikan sebagai solusi global terhadap isu keuangan dan verifikasi identitas.
Salah satu proyek yang mencuri perhatian adalah Worldcoin, yang didirikan oleh Sam Altman (CEO OpenAI).
Dengan menjanjikan inklusi keuangan global melalui pemberian token kripto sebagai imbalan pemindaian iris mata, Worldcoin mengklaim akan menciptakan sistem keuangan dan identitas digital yang “adil”.
Namun, benarkah sistem ini adil? Dan negara mana saja yang menjadi sasaran utama proyek ini?
Tulisan ini akan membongkar penyebaran Worldcoin secara global dan menganalisis strategi di balik pemilihan negara-negara tersebut.
Peta Penyebaran Worldcoin Secara Global
Berdasarkan data hingga pertengahan 2025, proyek Worldcoin telah menjangkau lebih dari 30 negara dengan fokus kuat pada wilayah berpendapatan rendah dan menengah.
A. Negara-Negara Sasaran Utama
Beberapa negara yang dilaporkan menjadi lokasi aktif operasi Worldcoin antara lain: Kenya, Indonesia, India, Uganda, Argentina, Meksiko, Chile, Filipina, Nigeria, dan Ghana.
Negara-negara ini memiliki beberapa kesamaan:
1. Penduduk besar dan mayoritas belum memiliki sistem identitas digital formal.
2. Tingkat literasi data dan privasi rendah.
3. Pemerintah belum memiliki regulasi ketat soal perlindungan biometrik.
B. Negara dengan Resistensi Tinggi
Sebaliknya, proyek ini dibatasi atau dilarang di negara dengan sistem hukum perlindungan data yang kuat:
• Jerman (Uni Eropa)
• Prancis
• Amerika Serikat (hanya pengawasan ketat)
• Kenya (sementara ditangguhkan karena penyelidikan privasi)
Strategi Eksploitasi yang Diterapkan
A. Psikologi Insentif Ekonomi
Dengan menawarkan uang tunai atau token senilai sekitar Rp300.000–Rp500.000 per pendaftaran, Worldcoin menyasar penduduk miskin yang sangat rentan terhadap iming-iming ekonomi sesaat.
B. Ketimpangan Pengetahuan
Worldcoin tidak memberikan edukasi memadai tentang risiko jangka panjang penyimpanan data biometrik. Penduduk yang rela menyerahkan iris mata mereka sering tidak tahu:
• Bagaimana data disimpan?
• Siapa yang mengakses?
• Untuk kepentingan apa data itu bisa digunakan kelak?
C. Pemerintah sebagai Mitra Diam-Diam
Di beberapa negara, pemerintah tidak hanya diam, tetapi juga diduga bekerja sama karena melihat proyek ini sebagai:
• Jalan cepat menuju digitalisasi warga,
• Peluang ekonomi dan promosi modernisasi negara.
Analisis Etis dan Geopolitik
Proyek ini menunjukkan wajah baru dari kolonialisme: kolonialisme data.
Alih-alih mengambil emas atau rempah seperti masa lalu, proyek semacam Worldcoin mengambil aset digital biologis, yaitu identitas biometrik, dari warga dunia ketiga. Ini dilakukan:
• Tanpa transparansi.
• Tanpa persetujuan berbasis informasi lengkap.
• Dan tanpa akuntabilitas jangka panjang.
Worldcoin bukan sekadar inovasi teknologi, melainkan proyek besar yang penuh potensi eksploitasi struktural.
Dengan menyasar negara-negara berkembang, mereka membentuk sistem identitas global yang tampaknya netral tapi berakar pada ketimpangan kuasa dan pengetahuan.
Rekomendasi
1. Negara-negara berkembang perlu segera membentuk regulasi perlindungan data biometrik yang kuat.
2. Masyarakat sipil harus diberi edukasi soal hak atas data pribadi.
3. Proyek semacam Worldcoin harus tunduk pada standar etik internasional sebelum beroperasi secara luas.
Komentar
Posting Komentar