Antara Pelangi dan Peluru: Menelanjangi Studi Pro-LGBTQ+ di Tengah Darah Palestina dan Agenda Global

 

Antara pelangi dan peluru (Pic: Meta AI)


Isu bawah pusar dijadikan alat moral, sementara genosida hanya sebagai statistik dingin



Dalam dunia yang katanya menjunjung tinggi hak asasi manusia, ironi muncul ketika seksualitas lebih diprioritaskan daripada nyawa manusia. 


Di satu sisi, lembaga global seperti PBB, USAID, dan Uni Eropa berlomba-lomba mendanai program LGBTQ+ dengan dalih “inklusivitas.” 


Di sisi lain, 52 ribu nyawa Palestina melayang tanpa pembelaan berarti dari negara-negara “beradab” yang katanya menjunjung HAM.


Apakah studi-studi pro-LGBTQ+ benar-benar netral dan ilmiah, atau justru bagian dari proyek geopolitik dan kultural Barat untuk menundukkan bangsa lain secara ideologis?



Bias Ilmiah dan Dana Global


Banyak riset pro-LGBTQ+ dibiayai oleh lembaga donor Barat, seperti:

Open Society Foundations

USAID

WHO dan UNDP


Dana besar ini menimbulkan konflik kepentingan, karena hasil riset yang tak sejalan dengan agenda donor cenderung disisihkan.

Contoh:

Riset-riset tentang keluarga tradisional yang sukses tak mendapatkan gaung sebesar riset tentang “keberhasilan” pasangan sejenis.

Studi longitudinal tentang anak dari pasangan lesbian, seperti Nanette Gartrell (2005–2020), disorot karena sponsor ideologis, bukan netralitas akademik.



LGBTQ+ sebagai Soft Power Global


Agenda LGBTQ+ menjadi alat hegemoni budaya. Negara-negara Global South (Afrika, Asia, Timur Tengah) ditekan:

Dalam bentuk syarat bantuan luar negeri.

Dalam diplomasi internasional—penolakan terhadap LGBTQ bisa berdampak pada sanksi ekonomi atau reputasi.



Pengaburan Tragedi Kemanusiaan: Palestina sebagai Contoh Nyata


Saat 52 ribu warga Palestina terbunuh akibat agresi Israel:

Dunia Barat lebih memilih mengecam negara-negara yang menolak pernikahan sejenis.

Isu bawah pusar dijadikan alat moral, sementara genosida dijadikan statistik dingin.


Inilah bentuk nakba modern, tak hanya dalam bentuk pengusiran paksa, tapi juga pengusiran nurani kolektif manusia.



Ketika dunia lebih sibuk mengurusi urusan ranjang daripada suara jeritan anak-anak di Gaza, kita perlu bertanya: Apakah ini ilmu? Atau propaganda terselubung?


Sudah saatnya membedakan antara hak asasi dan agenda global. Jangan sampai pelangi digunakan untuk menutupi darah.








Referensi Ilmiah & Investigatif:

1. Nanette Gartrell et al. (2005–2020). National Longitudinal Lesbian Family Studyhttps://www.nllfs.org

2. Gabriele Kuby. The Global Sexual Revolution: Destruction of Freedom in the Name of Freedom. LifeSite Books, 2012.

3. The Heritage Foundation. LGBT Agenda as Foreign Policy Toolheritage.org

4. C-FAM (Center for Family and Human Rights). Reports on UN Funding and Ideological Pressure. c-fam.or

5. The Grayzone & MintPress News. Investigative journalism on foreign aid and ideological imperialism.

6. Al Jazeera Investigations: How Global Powers Ignore Gaza.

7. Middle East Monitor. Western Silence on Palestinian Death Toll.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?