Hari Kebangkitan Nasional — Dari Sumpah Perlawanan ke Literasi Peradaban
![]() |
Membaca, menulis, dan berpikir (Pic: Meta AI) |
Membaca adalah perlawanan
Menulis adalah membangun peradaban
Berpikir adalah jihad melawan kebodohan
Hari Kebangkitan Nasional (HKN), yang diperingati setiap 20 Mei di Indonesia, bukan sekadar mengenang berdirinya Boedi Oetomo tahun 1908, tetapi sebuah titik tolak munculnya kesadaran kolektif bangsa akan pentingnya identitas, kesatuan, dan perjuangan melawan penjajahan.
Namun, di abad ke-21 ini, bentuk penjajahan telah berubah wujud. Bukan lagi senapan dan rantai besi, tapi algoritma, opini massa, budaya konsumtif, dan dekadensi moral.
Maka hari kebangkitan nasional hari ini harus berubah makna: dari gerakan fisik menuju gerakan literasi, spiritualitas, dan kesadaran kolektif.
Penjajahan Abad Modern: Halus, Masif, dan Sistemik
Dunia hari ini menyajikan bentuk baru penjajahan, yang sering tak disadari:
• Penjajahan informasi: hoaks, opini massa yang dibentuk oleh algoritma.
• Penjajahan budaya: gaya hidup “modern” yang melemahkan identitas dan moral.
• Penjajahan ekonomi: utang luar negeri, eksploitasi data, dan dominasi kapital global.
• Penjajahan moral: normalisasi perilaku menyimpang atas nama hak asasi.
Maka, penjajahan modern tak lagi datang lewat kapal perang, tetapi melalui layar-layar yang kita pegang.
Literasi sebagai Senjata Pembebasan
Literasi bukan sekadar kemampuan membaca teks, tapi juga:
• Literasi digital: kemampuan menyaring informasi.
• Literasi moral: kemampuan membedakan yang benar dan salah dalam konteks nilai.
• Literasi spiritual: kesadaran bahwa kehidupan bukan hanya duniawi.
Membaca adalah perlawanan.
Menulis adalah membangun peradaban.
Berpikir adalah jihad melawan kebodohan.
Iman dan Nalar: Benteng Terakhir Manusia Merdeka
Dalam dunia yang serba bebas namun kehilangan arah, iman dan nalar menjadi dua benteng terakhir:
• Iman yang menjaga jiwa tetap lurus dan tidak dikuasai nafsu.
• Nalar yang membentengi dari tipu daya dunia yang tampak canggih tapi kosong makna.
Kalau semua orang cerdas dan membentengi dirinya dengan iman dan literasi, maka kebobrokan moral dan ketidakwarasan mental tidak akan terjadi.
Revolusi Sunyi: Dari Senjata ke Pena
Kebangkitan hari ini bukan lewat orasi di lapangan, tapi lewat revolusi sunyi di dalam diri:
• Dengan membaca, kita merdeka.
• Dengan menulis, kita menolak lupa.
• Dengan berpikir, kita menolak tunduk
• Dengan mencintai Tuhan, kita menolak diperbudak dunia.
Referensi
- Anshori, S. (2021). Sejarah dan Dinamika Hari Kebangkitan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.
- Hidayat, M. (2022). Penjajahan Gaya Baru: Analisis Budaya dan Ekonomi Global. Yogyakarta: Pilar Ilmu.
- Nugroho, B. (2020). “Literasi Digital Sebagai Perlawanan Sosial.” Jurnal Literasi Nusantara, 5(1), 33–47.
- Rahardjo, D. (2019). Revolusi Sunyi: Dari Kegelapan Menuju Pencerahan. Bandung: Pustaka Akal Merdeka.
Komentar
Posting Komentar