Ilustrasi kebakaran hutan dan badai pasir di Israel (Pic: Meta AI)
Pentingnya berpikir kritis dalam membedakan antara bencana alami, kecelakaan, dan aksi sabotase sungguhan
Dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina, informasi menjadi senjata. Tuduhan tanpa bukti kerap diluncurkan demi menggiring opini.
Namun ketika narasi mulai menyentuh ranah absurd — misalnya, mengaitkan kelompok perlawanan dengan bencana alam — maka propaganda bukan lagi alat politik, melainkan hiburan kelas dunia.
Logika yang Dipaksakan
Baru-baru ini, kebakaran di Yerusalem dituduhkan kepada Hamas, padahal belum ada hasil investigasi ilmiah yang jelas.
Lebih lucu lagi, jika badai pasir yang melanda wilayah itu juga dituding sebagai bagian dari sabotase, maka narasi tersebut berpotensi menyamai science fiction kelas Z.
Kalau Hamas Bisa Atur Cuaca…
Mari kita berandai-andai dengan logika propaganda absurd: • Hamas diduga mengendalikan angin timur agar membawa pasir dari gurun langsung ke pusat kota Israel. • Mereka mungkin punya alat pengatur kelembaban dan suhu, sehingga bisa “menggoreng” badai dalam gua bawah tanah. • Jangan-jangan mereka juga punya “komando petir” dan “divisi hujan buatan” untuk sabotase pertanian Israel?
Saking hebatnya narasi ini, ilmuwan NASA mungkin perlu belajar dari Hamas soal pengendalian iklim!
Ketika Tuduhan Menjadi Propaganda Konyol
Semakin sering tuduhan liar dilemparkan tanpa data, semakin dunia menyadari bahwa narasi Israel mulai kehilangan kredibilitas.
Bencana alam adalah fenomena geologis dan meteorologis — menyangkut tekanan udara, arus angin, dan faktor iklim — bukan taktik militer.
Tapi ketika logika ditinggalkan demi mengobarkan kebencian, maka siapa pun bisa dijadikan kambing hitam, termasuk… awan.
Meskipun hingga saat ini pihak Israel secara resmi hanya menuduh Hamas berada di balik kebakaran yang terjadi di beberapa wilayah Yerusalem, belum ada pernyataan resmi yang mengaitkan badai pasir besar yang melanda wilayah tersebut dengan sabotase atau aksi kelompok tertentu.
Namun, penting dicatat bahwa dalam narasi propaganda ekstrem, ada kecenderungan untuk membingkai semua peristiwa merugikan dalam satu garis musuh bersama, bahkan jika itu berupa fenomena alam.
Sindiran publik yang muncul, seperti “Kenapa tidak sekalian menyalahkan Hamas atas badai pasir?”, merupakan refleksi dari kejenuhan terhadap propaganda berlebihan yang terlalu sering memonopoli ruang interpretasi.
Ini menunjukkan pentingnya berpikir kritis dalam membedakan antara bencana alami, kecelakaan, dan aksi sabotase sungguhan. |
Komentar
Posting Komentar