Propaganda, Politik, dan Pertaruhan Palestina dalam Isu Kebakaran Yerusalem 2025

Ilustrasi kebakaran di Yerusalem (Pic: Meta AI)


Kebakaran di Yerusalem bukan sekadar bencana alam atau sabotase biasa. Ia adalah panggung politik yang memperlihatkan betapa rentannya kebenaran dalam konflik panjang Israel–Palestina



Kebakaran besar yang melanda wilayah Yerusalem pada akhir April 2025 menjadi sorotan dunia, tidak hanya karena dampak ekologis dan kemanusiaannya, tetapi juga karena narasi politik yang segera menyertainya. 


Di tengah konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina, terutama pasca serangan balasan ke Gaza, insiden ini segera diwarnai dengan tuduhan sabotase yang mengarah pada kelompok Hamas.


Pertanyaannya: apakah ini murni insiden kebakaran, aksi sabotase, atau bagian dari perang narasi dan propaganda?



Latar Belakang Kebakaran Yerusalem 2025


Pada 28–30 April 2025, wilayah barat Yerusalem dan beberapa bagian hutan di sekitaran Beit Shemesh mengalami kebakaran besar. 


Pemerintah Israel menyatakan keadaan darurat dan mengevakuasi ribuan warga. Api diduga menyebar cepat karena angin kencang dan cuaca kering ekstrem.


Beberapa pelaku ditangkap, termasuk pria asal Yerusalem Timur yang kedapatan membawa bahan mudah terbakar. 


Selain itu, beredar seruan media sosial yang mengajak “melumpuhkan musuh lewat api”, diduga berasal dari akun pendukung kelompok garis keras.



Analisis Propaganda: Israel vs Hamas


a. Politik “Divide et Impera” dan Delegitimasi


Israel memiliki sejarah panjang dalam menggunakan narasi terorisme untuk membangun legitimasi tindakan militer. 


Menuduh Hamas sebagai dalang kebakaran membuka jalan untuk:

Meningkatkan simpati global,

Melegitimasi balasan militer lebih keras ke Gaza,

Membungkam oposisi dalam negeri.


b. Hamas dan Perlawanan Asimetris


Jika benar dilakukan oleh simpatisan Hamas, maka ini bagian dari strategi perlawanan asimetris (asymmetric warfare), yaitu menggunakan metode tak konvensional untuk melemahkan negara yang lebih kuat secara militer.


Namun, aksi seperti ini justru bisa menjadi bumerang karena:

Menyulut tuduhan internasional sebagai pelaku sabotase lingkungan,

Membahayakan posisi Palestina di kancah diplomatik.



Dampak terhadap Palestina


a. Efek Psikologis dan Simbolik


Alih-alih meningkatkan simpati global terhadap penderitaan Palestina, narasi pembakaran justru menempatkan Palestina sebagai “provokator.” 


Dunia yang tidak sabar mencerna detail akan mudah termakan narasi “teroris bakar hutan.”


b. Polarisasi Internal


Narasi ini dapat memecah belah solidaritas internal Palestina:

Antara yang mendukung perlawanan keras,

Dengan mereka yang menginginkan diplomasi damai.


c. Stigma Global


Dalam konteks informasi yang belum terbukti, stigma langsung terhadap Hamas berdampak ke rakyat Palestina. Mereka menjadi korban ganda: penindasan fisik dan pembunuhan karakter.



Refleksi Kritis


Masyarakat internasional perlu menyikapi insiden ini dengan kehati-hatian informasi dan pembacaan geopolitik yang tajam. 


Apapun motif kebakaran, menyimpulkan sesuatu secara prematur tanpa bukti sahih adalah bagian dari propaganda global yang bisa memperburuk kondisi korban perang.



Kebakaran di Yerusalem bukan sekadar bencana alam atau sabotase biasa. Ia adalah panggung politik yang memperlihatkan betapa rentannya kebenaran dalam konflik panjang Israel–Palestina. 


Tanpa bukti kuat, tuduhan terhadap Hamas harus diperlakukan sebagai dugaan, bukan fakta.


Dunia ditantang untuk membedakan antara narasi yang dibangun dan kenyataan yang berdarah. Jika gagal, Palestina akan terus jadi bahan keroyokan. Ibarat jatuh, tertimpa tangga, disiram cor-coran, dan dijatuhi genteng propaganda dunia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?