“Fantasi Sedarah” dalam Islam: Antara Moralitas, Syariat, dan Bahaya Penyimpangan Seksual

Ilustrasi penyimpangan moral (Pic: Meta AI)


Hubungan darah adalah hubungan sakral yang tidak boleh dikotori dengan hawa nafsu



Perkembangan media sosial telah membuka ruang bagi berbagai ekspresi, baik yang sehat maupun menyimpang. 


Salah satu fenomena mengerikan adalah munculnya grup-grup seperti “fantasi sedarah” di Facebook, yang menggambarkan kecenderungan terhadap incest atau hubungan seksual dengan keluarga sendiri. 


Dari perspektif Islam, fenomena ini bukan hanya menyimpang secara moral dan sosial, tapi juga merupakan dosa besar yang ditolak secara mutlak.



Islam Melarang Fantasi Sedarah: Mengapa dan Apa Landasannya?


Islam menegaskan bahwa hubungan antar keluarga harus dibangun atas dasar kasih sayang, kehormatan (hurmah), dan perlindungan. 


Fantasi atau hasrat seksual terhadap kerabat sedarah adalah bentuk perusakan nilai sakral tersebut.


Landasan Syariat:


1. Al-Qur’an secara eksplisit melarang pernikahan dengan mahram:


“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara ayahmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudaramu yang perempuan…”(QS. An-Nisa: 23)


2. Hadis Nabi SAW:


“Tidak halal seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang menjadi mahramnya selamanya karena nasab atau karena hubungan susuan.” (HR. Bukhari dan Muslim)


3. Ijmā’ ulama (konsensus): 


Hubungan seksual (baik melalui pernikahan ataupun zina) dengan mahram termasuk dosa besar dan menjijikkan (fāhisyah).



Siapa Saja yang Diharamkan Dinikahi dalam Islam?


Berikut adalah orang-orang yang haram dinikahi selamanya:


A. Karena Nasab (darah):

Ibu

Anak perempuan

Saudari kandung

Saudari ayah (bibi)

Saudari ibu (bibi)

Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan)

Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan)


B. Karena Susuan (radha’ah):

Perempuan yang menyusui kita

Saudari sesusuan


C. Karena Mushaharah (hubungan pernikahan):

Ibu mertua

Anak tiri jika sudah terjadi hubungan dengan ibunya

Menantu perempuan

Istri ayah (ibu tiri)


“(Diharamkan juga) ibu-ibu istrimu (mertua perempuan), anak-anak tirimu yang dalam asuhanmu dari istri yang telah kamu campuri… dan istri anak-anak kandungmu (menantu).” (QS. An-Nisa: 23)



Kasus Menantu Menikahi Mertua: Salah Kaprah Menyesatkan


Mertua—baik perempuan maupun laki-laki—adalah mahram mu’abbad (haram selamanya)


Tidak sah menikahi mertua, bahkan setelah anaknya (pasangan sah) meninggal atau bercerai. 


Kasus seperti mertua hamil oleh menantu adalah bentuk zina, dan jika sampai dinikahi, maka nikah tersebut batil secara syariat dan harus dibatalkan.


Ini termasuk fitnah terhadap institusi keluarga dan pencemaran terhadap ajaran agama.



Mengapa Fantasi Sedarah Harus Dihentikan?


1. Merusak Struktur Keluarga: Menghapus batas aman antara kasih sayang keluarga dan hasrat seksual.


2. Membuka Pintu Zina dan Kriminalitas Seksual.


3. Berpotensi Merusak Generasi: Jika terjadi hubungan inses, hasil keturunan rentan cacat genetik.


4. Menentang Fitrah Manusia: Islam datang untuk menjaga nasab dan kehormatan manusia.



Islam adalah agama yang datang untuk memuliakan manusia. Hubungan darah adalah hubungan sakral yang tidak boleh dikotori dengan hawa nafsu. 


Membiarkan penyimpangan seperti fantasi sedarah berkembang sama dengan menormalisasi kebinasaan moral.









Referensi 

Al-Qur’an Al-Karim. (n.d.). Surah An-Nisa [4]: Ayat 23.

Bukhari, M. I. (n.d.). Sahih al-Bukhari. Hadith No. 2645.

Muslim, I. H. (n.d.). Sahih Muslim. Hadith No. 1447.

Al-Jaziri, A. (2003). Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba‘a. Dar al-Fikr.

Al-Ghazali, A. H. (2005). Ihya Ulum al-Din. Dar al-Ma’rifah.

Kamali, M. H. (2008). Shariah Law: An Introduction. Oneworld Publications.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?