Revolusi Sunyi: Saat Manusia Waras Melawan Dunia dengan Tinta, Akal, dan Tuhan
![]() |
Manusia waras melawan dunia yang tidak waras (Pic; Meta AI) |
Melawan zaman bukan dengan megafon di jalan, tapi dengan keberanian mengangkat pena dan berkata, “Kami masih waras!”
Ketika kolonialisme pertama kali menginjakkan kaki di tanah jajahannya, tujuannya sederhana: eksploitasi sumber daya.
Namun setelah fase penguasaan fisik dianggap sukses, kolonialisme berubah wajah. Penjajahan tak lagi sekadar mencuri rempah-rempah, emas, atau tanah, tapi beralih ke pencucian pikiran.
Dari Imperialisme Fisik ke Penjajahan Pikiran
Postkolonialisme budaya menjadi senjata utama. Dengan membawa istilah-istilah seperti human rights, freedom of choice, tolerance, dan modernity, negara-negara maju menyuntikkan nilai-nilai yang dirancang di pusat kekuasaan global, namun diberlakukan secara universal.
Nilai-nilai lokal yang mempertahankan ketertiban moral dan ketuhanan mulai dianggap kuno, kolot, dan menghalangi kemajuan.
Modernisasi atau Liberalisasi?
Banyak yang tak menyadari bahwa tidak semua yang dinamai modern adalah maju.
• Pakaian serba terbuka disebut fashion
• Seks bebas disebut kebebasan berekspresi
• Gaya hidup menyimpang disebut inklusi
• Propaganda gender fluid disebut pendidikan seksual
Pertanyaannya bukan lagi: Apakah ini benar?, tetapi: Apakah ini bisa diterima pasar global?
Inilah dunia yang kita hadapi hari ini: kebenaran menjadi relatif, dan apa pun bisa sah asal diberi label ilmiah, psikologis, atau diversity.
Lembaga Dunia: Alat atau Pemilik Agenda?
Beberapa lembaga internasional yang awalnya didirikan untuk menciptakan perdamaian dan pembangunan bersama perlahan menjadi kendaraan ideologis kelompok tertentu.
UNESCO, WHO, UNDP, bahkan AI, terikat pada nilai-nilai yang telah disepakati elite global.
Banyak kebijakan disusun dengan pendanaan dari entitas-entitas yang memiliki kepentingan besar dalam narasi tertentu, terutama dalam isu:
• LGBTQ+
• Gender fluidity
• Seksualisasi anak
• Deregulasi moral agama
Tak bisa disangkal, siapa yang punya dana, ia yang bisa menyetir arah wacana.
Sains yang Terikat Dana
Dunia akademik pun tak lepas. Banyak riset hari ini bukan mencari kebenaran, tapi pembenaran.
Penelitian dengan hasil yang anti-narasi dominan sangat mungkin tak diterbitkan, dicap hoaks, atau tidak mendapatkan grant.
Ilmu menjadi alat, bukan cahaya.
Sains menjadi pelayan ideologi, bukan pelita kebenaran.
Suara yang Dipinggirkan: Manusia Waras dalam Revolusi Sunyi
Siapa yang berani berkata:
• “Ini menyimpang”
• “Ini tidak sesuai fitrah”
• “Ini melawan Tuhan”
Akan langsung dituduh: intoleran, radikal, bahkan berpotensi dicap teroris pemikiran.
Maka, para manusia waras pun memilih diam… atau menulis.
Menulislah dengan tinta, berpikir dengan akal, dan berpijak pada Tuhan.
Sebab mereka tahu, melawan zaman bukan dengan megafon di jalan, tapi dengan keberanian mengangkat pena dan berkata, “Kami masih waras!”
Komentar
Posting Komentar