Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Illustrasi pengadaan tanah (pic: kppip.go.id)


Pasal 123 UUCK menyatakan bahwa nilai ganti kerugian bersifat final dan mengikat, dengan didampingi tim penilai saat musyawarah


Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.


PP yang merupakan peraturan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) memuat 7 Bab dan 143 Pasal dan Penjelasan. 



Pengadaan tanah berdasar UU Cipta Kerja


Menurut Direktur Bina Pengadaan dan Pencadangan Tanah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Nurhadi Putra, PP Nomor 19 Tahun 2021 ini mengenalkan pengaturan baru pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan UUCK.


Pasal 123 UUCK dinyatakan bahwa nilai ganti kerugian bersifat final dan mengikat, dengan didampingi tim penilai saat musyawarah.


PP juga mengatur tentang penetapan lokasi (penlok), misal penlok untuk pengadaan tanah skala kecil ditetapkan oleh bupati/wali kota dan pelaksanaan pengadaan tanahnya dapat dilakukan dengan tahapan pengadaan tanah ataupun secara langsung.


Jangka waktu berlakunya penlok selama tiga tahun dan dapat diperpanjang tanpa memulai proses dari awal.



Tahap proses pengadaan tanah


Empat tahapan proses pengadaan tanah, yaitu: 


Perencanaan


Merupakan kewenangan instansi yang membutuhkan pengadaan tanah, karena itu dokumen perencanaan pengadaan tanah, baik skala kecil dan skala besar harus diperhatikan kesesuaian tata ruangnya.


Persiapan


Merupakan wewenang kepala daerah, yang sesuai PP Nomor 19 Tahun 2021 menekankan kesepakatan lokasi yang didapat melalui konsultasi publik dengan pihak yang berhak maupun pengelola barang serta pengguna barang, 


Dalam tahapan ini peran gubernur penting karena sangat menentukan lokasi mana yang akan ditetapkan untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum, dengan demikian tidak ada masyarakat yang menolak karena kesepakatan sudah dicapai melalui konsultasi publik.


Penyerahan hasil dan pelaksanaan


Dalam tahap ini merupakan tugas pokok dari Kementerian ATR/BPN,bdengan nilai ganti kerugian layak dan adil. 


Obyek penilaian kerugian fisik berupa tanah, ruang atas tanah dan ruang bawah tanah, bangunan, tanaman, serta benda yang berkaitan dengan tanah, yang dinilai berdasarkan harga pasar.


Sedangkan kerugian non-fisik meliputi kehilangan pekerjaan, bisnis/alih profesi, kerugian emosional (solatolium), dan kerugian karena sisa tanah dan fisik lainnya. 


Hal lain yaitu beban masa tunggu, yaitu jarak masa tunggu antara penlok dengan syarat pembayaran ganti kerugian, yang mengharuskan nilai ganti kerugian tidak lebih rendah dari nilai properti.








Sumber: kompas.com


 

Comments